Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)[1], laporan harta kekayaan menyediakan informasi mengenai aset yang dimiliki pejabat publik, penerimaan dan pengeluaran pejabat publik, penerimaan yang diterima pejabat publik, jabatan baik yang menghasilkan manfaat keuangan atau tidak dan identitas mengenai istri, saudara, dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan pejabat publik, di bidang Yudikatif.
Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) menjadi bagian penting upaya mencegah tindak korupsi. Asas transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara negara menjadi kunci agar mereka terhidar dari menikmati harta yang tidak sah saat menjadi pejabat negara.
Pada sisi
lain, tuntutan publik berkenaan dengan Seleksi Calon Pimpinan (Capim) dan Calon
Dewan Pengawas Dewas KPK masa jabatan 2024-2029, Indonesia Corruption Watch
(ICW) meminta anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim dan Dewas KPK agar mewajibkan
syarat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada
pendaftar Capim dan Dewas KPK, sebagai komitmen untuk mengedepankan nilai
integritas dalam mencari sosok calon komisioner dan Dewas KPK mendatang[2].
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 02 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara bahwa terhitung tanggal 1 Januari 2017, penyampaian LHKPN mulai berlaku secara elektronik melalui aplikasi e-LHKPN.
Monitoring Kepatuhan LHKPN Hakim Tinggi @Albertus Usada
Penulis (AlbertusUsada) sebagai Hakim/Hakim Tinggi/Hakim Tinggi Pemilah Perkara pada Lembaga Mahkamah Agung RI sebagai Penyelenggara Negara Bidang Yudikatif di bawah registrasi Nomor Harta Kekayaan (NHK) LHKPN 85137, yang wajib melaporkan LHKPN, faktual sejak periode tahun 2008-2009 yang kemudian secara berkelanjutan (sustainability report) seiring mutasi dan promosi jabatan struktural dan fungsional sebagai Pimpinan Pengadilan Negeri (PN), (Ketua dan Wakil Ketua PN) serta perubahan penambahan/pengurangan harta kekayaan dari periode tahun 2016/2017, 2018, 2019, 2020, 2021, 2022, dan 2023 sebagaimana bukti (evidence) Tanda Terima LHKPN setiap periode tahun yang bersangkutan, di bawah ini.
Tim SPORA, KPK [3] menjelaskan tentang filosofi pelaporan harta kekayaan penyelenggara Negara tersebut, bahwa LHKPN
memiliki peran ganda dari sisi pencegahan dan penindakan. Peran pencegahan
LHKPN lahir dari proses pelaporan yang dilakukan pejabat publik yang
bersangkutan. Dengan melaporkan harta kekayaannya maka pejabat publik
diharapkan akan merasa dimonitor sehingga akan berpikir beberapa kali apabila
akan melakukan kejahatan korupsi. Di sisi lain, pelaporan tersebut juga dapat
dimanfaatkan sebagai alat pendeteksi kemungkinan kekayaan Penyelenggara Negara
berasal dari sumber yang tidak sah atau terdapat potensi konflik kepentingan.
Amanat dalam aturan perundangan tentang LHKPN, Penyelenggara Negara harus aktif melaporkan harta kekayaannya sebagai wujud dukungan terhadap pemberantasan korupsi. Pelaporan LHKPN adalah kewajiban yang melekat pada Penyelenggara Negara untuk mempertanggungjawabkan harta yang didapatnya dari uang rakyat. KPK memfasilitasi para Penyelenggara Negara laporan harta kekayaannya yang telah dilaporkan ke KPK secara transparan sehingga masyarakat bisa menilai kekayaan Penyelenggara Negara itu wajar atau tidak sesuai dengan profilnya.
Karena menuntut peran aktif Penyelenggara Negara, terkadang masih ada sebagian
Penyelenggara Negara mengabaikan kewajiban tersebut. Tugas KPK untuk selalu
mengingatkan kewajiban tersebut, tapi terpulang kepada Penyelenggara Negara itu
sendiri mau melaporkan harta kekayaannya atau tidak. Dalam UU No.28 tahun 1999
memang ada sanksi bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN
akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku. Hanya sayang, sanksi administratif yang jelas tidak diatur bila
Penyelenggara Negara tidak melaporkan LHKPN kepada KPK atau tidak benar
melaporkan harta kekayaannya.
PENGUMUMAN LHKPN Bidang Yudikatif NHK 85137 ALBERTUS
USADA
Sejak 2018 laporan
secara Online ke eLHKPN
Publikasi: Pengumuman
Resmi oleh KPK
• LHKPN 2023 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/104652791
• LHKPN 2022 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/104051367
• LHKPN 2021 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/102634542
• LHKPN 2020 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/101261929
• LHKPN 2019 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/99625711
• LHKPN 2018 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/1799844
Di sinilah kemudian, peran vital para Penyelenggara Negara di level atas. Mereka
punya kewajiban moral dan etik untuk mengingatkan bawahannya melaporkan LHKPN.
Bahkan, ada Pemerintahan Daerah yang mewajibkan seluruh pejabat eselon untuk
melaporkan harta kekayaannya ke KPK untuk menguji sejauh mana transparansi dan
akuntabilitas birokrasi dalam bekerja.
Bila sudah melaporkan LHKPN, profil harta masing-masing pejabat eselon dengan
mudah dapat dipantau sebelum menjabat, selama menjabat (mutasi, promosi)
sesudah menjabat, hingga pensiun. Bila tak mau melaporkan, kepala daerah
tersebut tak segan mencopot karena selama ini indikasi harta eselon I/II disembunyikan
di rekening eselon di bawahnya.
Artinya, LHKPN selain butuh kesadaran diri dari pejabat yang terkena aturan
untuk melaporkan LHKPN juga mesti didukung oleh lingkungan yang juga mau
menegakkan semangat anti korupsi. Bila itu terjadi, pencegahan korupsi dapat
dengan mudah berhasil dan tak perlu ada lagi pejabat-pejabat yang terkena kasus
korupsi.
Kewajiban Penyelenggara Negara – termasuk penulis sebagai Hakim dengan
Nomor Harta Kekayaan (NHK): NHK LHKPN 85137 di bawah lembaga Mahkamah
Agung Republik Indonesia (MA-RI) – untuk melaporkan harta kekayaan diatur
dalam ragam ketentuan, di bawah ini:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (UU
28/1999);
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi (UU 30/2002);
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU 19/2019);
4. Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi (Inpres 5/2004);
5. Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi
Nomor KEP.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan
Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara.
Mereka yang Wajib Lapor
A. Berdasarkan
Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU 28/199):
1.
Pejabat
Negara pada Lembaga Tertinggi Negara
2.
Pejabat
Negara pada Lembaga Tinggi Negara
3.
Menteri
4.
Gubernur
5.
Hakim
6. Pejabat
negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; dan
7.
Pejabat
lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
meliputi:
1)
Direksi,
komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah
2)
Pimpinan
Bank Indonesia
3)
Pimpinan
Perguruan Tinggi
4)
Pejabat
Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan
kepolisian Negara Republik Indonesia.
5)
Jaksa
6)
Penyidik
7)
Panitera
Pengadilan
8)
Pemimpin
dan Bendaharawan Proyek.
B. Berdasarkan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2004 dan Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang LHKPN,
jabatan-jabatan berikut di bawah ini juga wajib menyampaikan LHKPN, antara lain:
1) Pejabat
Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan
atau lembaga negara
2)
Semua
kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan
3)
Pemeriksa
Bea dan Cukai
4)
Pemeriksa
Pajak
5)
Auditor
6)
Pejabat
yang mengeluarkan perijinan
7)
Pejabat/Kepala
Unit Pelayanan Masyarakat
8)
Pejabat
pembuat regulasi.
Sumber Inspirasi:
Kementerian Koordinator
Perekonomian RI, https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5801/pemerintah-terus-maksimalkan-proses-aksesi-oecd,
diakses 7 September 2024 pukul 10.12 WIB.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015. Tim SPORA, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Cetakan 1, Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anticorruption Center Learning, https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/tata-kelola-pemerintahan/buku/pengantar-laporan-harta-kekayaan-pejabat-negara-lhkpn
Endnotes:
[1] vide https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5801/pemerintah-terus-maksimalkan-proses-aksesi-oecd
[2] News Detik https://news.detik.com/berita/d-7374910/icw-desak-pansel-jadikan-kepatuhan-lhkpn-syarat-utama-capim-kpk diakses 5 Juli 2024 pukul 09.48 WIB.
[3] Tim SPORA, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015: Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Cetakan 1, Jakarta, h.v, 7-8.
YOUTUBE: LINKS EDUKASI KPK TENTANG LHKPN
PERUBAHAN REGULASI LHKPN: KPK menerbitkan Surat Keputusan KPK Nomor 07 tahun 2005 yang digantikan oleh Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dalam rangka menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam video ini akan dijelaskan tentang pendaftaran dan pengumuman LHKPN menurut Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2016.
0 comments: