Minggu, 08 September 2024

Mempertanggungjawabkan Vonis Perkara Korupsi 2021 Leonardo Jusminarta

by Albertus Usada
Merespon berita rilis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) oleh Julius Ibrani yang dibagikan ke berbagai media pemberitaan elektronik, terutama seputar putusan perkara korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang "Vonis ringan Terdakwa Leonardo Jusminarta, ex Komisaris PT. Minarta Dutahutama" di mana penulis (Albertus Usada) sebagai Hakim Ketua Majelis Nomor 67/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst., tanggal 1 Maret 2021, yang menjatuhkan putusan dengan amar "Menyatakan terdakwa Leonardo terbukti secara sah dan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi  yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," Amar putusan selengkapnya, di bawah ini.
Untuk menilai apakah putusan atau vonis itu ringan atau tidak, seharusnya sebelum berkomentar seperti itu, maka harus melihat secara komprehensif menyeluruh perjalanan pemeriksaan di persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Yaitu, sejak sidang pertama dengan acara pembacaan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada KPK (Senin, 20 Desember 2024), Nota Keberatan Terdakwa/Penasihat Terdakwa, acara Pembuktian, Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK (Senin, 15 Februari 2021), Nota Pembelaan Terdakwa/Penasihat Hukum Terdakwa (Senin, 22 Februari 2024), replik-duplik, fakta kasuistis yang terbukti di persidangan pengadilan hingga berpuncak pada acara Pengucapan Putusan dalam persidangan terbuka untuk umum pada Senin,1 Maret 2021. 
Penjatuhan pidana dan lamanya pidana penjara maupun dakwaan yang terbukti yang diterapkan terhadap Terdakwa Leonardo Jusminarta tersebut adalah sama dengan Penuntutan dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK

AMAR Putusan

MENGADILI:

1.  Menyatakan Terdakwa Leonardo Jusminarta Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama;

2.    Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp250.000 000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;

3.  Menetapkan masa penahanan yang dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4.   Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

5.   Memerintahkan Penuntut Umum agar mencabut dan/atau membuka blokir atas rekening-rekening atas nama Terdakwa sebagai berikut:

1)    Rekening Bank CIMB atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening 703.456.917.000

2)    Rekening Bank CIMB atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening 701.943.805.400

3)    Rekening Bank BCA atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening 505.501.6841

4)    Rekening Bank Mandiri atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening 152.000.7052.687

6.    Menetapkan barang bukti berupa: barang bukti nomor 1 sampai nomor 199 dipergunakan dalam perkara lain atas nama Rizal Djalil;

7.    Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah).


Jurnalis Muhammad Shiddiq dalam laporan hasil persidangan pembacaan putusan yang direkam kemudian di publish di kanal YouTube-nya pada 3 Maret 2021, di bawah ini.

Komisaris Utama PT. Menara Dutahutama Leonardo Divonis Dua Tahun Penjara 

JAKARTA - Muhammad Shidiq, 3 Maret 2021: Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana hukuman 2 (dua) Tahun penjara kepada Leonardo Jusminarta Prasetyo Mantan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, dalam perkara suap Kepada Anggota IV BPK Rizal Djalil terkait proyek di Kementerian PUPR tahun 2018 lalu.

"Menyatakan terdakwa Leonardo terbukti secara sah dan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi  yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," kata Ketua Majelis Hakim, Albertus Usada di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Senin (1/3/2021). 

Vonis yang dibacakan hakim ketua Albertus Usada tersebut sama dengan tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum KPK Ikhsan Fernandi dan Tim yang sebelumnya mengajukan tuntutan kepada Leonardo Jusminarta Prasetyo, dengan hukuman 2 (dua) tahun penjara. Namun denda lebih tinggi Rp250 dari tuntutan sebesar Rp200 dan subsider lebih ringan 3 (tiga) bulan dari tuntutan jaksa 5 (lima) bulan kurungan.

TUNTUTAN Jaksa Penuntut Umum KPK:

1.    Menyatakan Terdakwa LEONARDO JUSMINARTA PRASETYO terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan “Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Pertama;

2.    Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa LEONARDO JUSMINARTA PRASETYO berupa Pidana Penjara selama 2 (dua),  dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan dan Pidana Denda sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah), subsidiair 5 (lima) bulan kurungan;

3.    Menyatakan Barang Bukti Nomor: ... dst. ...

4.    ... dst. ...;

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK

PERTAMA: Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

ATAU

KEDUA: Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdna Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap vonis Majelis Hakim tersebut, ternyata baik Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum KPK maupun Terdakwa Leonardo Jusminarta melalui Penasihat Hukumnya tersebut, akhirnya menerima putusan itu; Artinya mereka tidak mengajukan upaya hukum banding, sehingga putusan yang bersangkutan  telah berkekuatan hukum tetap, dan terdakwa berubah status menjadi terpidana untuk menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasayarakatarn Tangerang. 

Baca: KPK melaksanakan eksekusi terhadap Terdakwa Leonardo Jusminarta di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, pada 10 Maret 2021.

REFLEKSI DIRI: Berdasarkan deskripsi eksplanasi tersebut di atas, apakah Majelis Hakim yang mengadili dan memutus dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun terhadap Terdakwa Leonardo Jusminarta ex Komisaris PT. Minarta Dutahutama tersebut dinilai menjatuhkan vonis yang ringan atau sangat ringan?   


Pengumuman LHKPN 2009-2023 Hakim Tinggi Albertus Usada NHK 85137

by Albertus Usada

Media Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yaitu bagi Penyelenggara Negara (PN) atau yang Wajib Lapor (WL) LHKPN yang digunakan adalah dengan format yang ditetapkan oleh KPK melalui media elektronik maupun non-elektronik sebagai berikut:

·     Media Pengumuman KPK;

·     Media Pengumuman Resmi Instansi, dan/atau;

·     Surat Kabar yang memiliki peredaran nasional.

Sumber image: kpk.go.id 

Pengumuman wajib dilaksanakan oleh PN/WL paling lambat 2 (dua) bulan setelah PN/WL memperoleh tanda terima atas LHKPN yang telah dinyatakan lengkap oleh KPK. PN/WL dapat memberikan kuasa kepada KPK untuk melakukan pengumuman atas Harta Kekayaannya.

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menggunakan aplikasi yang berbasis web (web based) dengan alamat elhkpn.kpk.go.id, sehingga data yang diinput oleh PN/WL secara otomatis tersimpan dalam server yang ada di KPK.

Pelaporan dengan menggunakan formulir baru dimulai per 1 Januari 2017 melalui aplikasi e-LHKPN.

Manfaat LHKPN, antara lain:

= Sebagai instrumen pengelolaan SDM seperti mengangkat atau mempromosikan PN/WL berdasarkan kepatuhan LHKPNnya;
= Sebagai instrumen untuk mengawasi harta kekayaan PN/WL;
= Sebagai instrumen akuntabilitas bagi PN/WL dalam mempertanggungjawabkan kepemilikan harta kekayaannya.

Penulis (Albertus Usada) sebagai Hakim/Hakim Tinggi/Hakim Tinggi Pemilah Perkara pada Lembaga Mahkamah Agung RI sebagai Penyelenggara Negara di bawah registrasi Nomor Harta Kekayaan (NHK) LHKPN 85137 di bidang Yudikatif, yang wajibmelaporkan LHKPN dan telah diumumkan oleh Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), faktual sejak periode tahun 2008-2009 yang kemudian secara berkelanjutan (sustainability report) seiring mutasi dan promosi jabatan struktural dan fungsional sebagai Pimpinan Pengadilan Negeri, serta perubahan penambahan/pengurangan harta kekayaan dari periode tahun 2016/2017, 2018, 2019, 2020, 2021, 2022, dan 2023 sebagaimana bukti (evidence) Pengumuman LHKPN setiap periode tahun yang bersangkutan, di bawah ini.  

Pengumuman LHKPN 2023:

Pengumuman LHKPN 2022:

Pengumuman LHKPN 2021:

Pengumuman LHKPN 2020:

Pengumuman LHKPN 2019:

Pengumuman LHKPN 2018: 



Pengumuman LHKPN 2016/2017 Migrasi dari Sistem Manual ke Elektronik:

Pengumuman LHKPN 2008/2009 Sistem Manual:


LHKPN: PERAN SERTA MASYARAKAT DAN KEPATUHAN PENYELENGGARA NEGARA 



Sabtu, 07 September 2024

LHKPN 2009-2023 Berbasis Kepatuhan Transparansi dan Akuntabilitas NHK LHKPN 85137

 by Albertus Usada

Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)[1], laporan harta kekayaan menyediakan informasi mengenai aset yang dimiliki pejabat publik, penerimaan dan pengeluaran pejabat publik, penerimaan yang diterima pejabat publik, jabatan baik yang menghasilkan manfaat keuangan atau tidak dan identitas mengenai istri, saudara, dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan pejabat publik, di bidang Yudikatif.

Sumber image: ACLC KPK

Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) menjadi bagian penting upaya mencegah tindak korupsi. Asas transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara negara menjadi kunci agar mereka terhidar dari menikmati harta yang tidak sah saat menjadi pejabat negara.

Pada sisi lain, tuntutan publik berkenaan dengan Seleksi Calon Pimpinan (Capim) dan Calon Dewan Pengawas Dewas KPK masa jabatan 2024-2029, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim dan Dewas KPK agar mewajibkan syarat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada pendaftar Capim dan Dewas KPK, sebagai komitmen untuk mengedepankan nilai integritas dalam mencari sosok calon komisioner dan Dewas KPK mendatang[2].

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 02 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara bahwa terhitung tanggal 1 Januari 2017, penyampaian LHKPN mulai berlaku secara elektronik melalui aplikasi e-LHKPN.

Monitoring Kepatuhan LHKPN Hakim Tinggi @Albertus Usada

Penulis (AlbertusUsada) sebagai Hakim/Hakim Tinggi/Hakim Tinggi Pemilah Perkara pada Lembaga Mahkamah Agung RI sebagai Penyelenggara Negara Bidang Yudikatif di bawah registrasi Nomor Harta Kekayaan (NHK) LHKPN 85137, yang wajib melaporkan LHKPN, faktual sejak periode tahun 2008-2009 yang kemudian secara berkelanjutan (sustainability report) seiring mutasi dan promosi jabatan struktural dan fungsional sebagai Pimpinan Pengadilan Negeri (PN), (Ketua dan Wakil Ketua PN) serta perubahan penambahan/pengurangan harta kekayaan dari periode tahun 2016/2017, 2018, 2019, 2020, 2021, 2022, dan 2023 sebagaimana bukti (evidence) Tanda Terima LHKPN setiap periode tahun yang bersangkutan, di bawah ini. 

Tanda Terima LHKPN Tahun 2023

 
 Tanda Terima LHKPN Tahun 2022
Tanda Terima LHKPN Tahun 2021

Tanda Terima LHKPN Tahun 2020

Tanda Terima LHKPN Tahun 2019

Tanda Terima LHKPN Tahun 2018

Tanda Terima LHKPN Tahun 2016-2017 

Tanda Terima & Pengumuman LHKPN 2008-2009


Tim SPORA, KPK [3] menjelaskan tentang filosofi pelaporan harta kekayaan penyelenggara Negara tersebut, bahwa LHKPN memiliki peran ganda dari sisi pencegahan dan penindakan. Peran pencegahan LHKPN lahir dari proses pelaporan yang dilakukan pejabat publik yang bersangkutan. Dengan melaporkan harta kekayaannya maka pejabat publik diharapkan akan merasa dimonitor sehingga akan berpikir beberapa kali apabila akan melakukan kejahatan korupsi. Di sisi lain, pelaporan tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai alat pendeteksi kemungkinan kekayaan Penyelenggara Negara berasal dari sumber yang tidak sah atau terdapat potensi konflik kepentingan.

Amanat dalam aturan perundangan tentang LHKPN, Penyelenggara Negara harus aktif melaporkan harta kekayaannya sebagai wujud dukungan terhadap pemberantasan korupsi. Pelaporan LHKPN adalah kewajiban yang melekat pada Penyelenggara Negara untuk mempertanggungjawabkan harta yang didapatnya dari uang rakyat. KPK memfasilitasi para Penyelenggara Negara laporan harta kekayaannya yang telah dilaporkan ke KPK secara transparan sehingga masyarakat bisa menilai kekayaan Penyelenggara Negara itu wajar atau tidak sesuai dengan profilnya.

Karena menuntut peran aktif Penyelenggara Negara, terkadang masih ada sebagian Penyelenggara Negara mengabaikan kewajiban tersebut. Tugas KPK untuk selalu mengingatkan kewajiban tersebut, tapi terpulang kepada Penyelenggara Negara itu sendiri mau melaporkan harta kekayaannya atau tidak. Dalam UU No.28 tahun 1999 memang ada sanksi bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Hanya sayang, sanksi administratif yang jelas tidak diatur bila Penyelenggara Negara tidak melaporkan LHKPN kepada KPK atau tidak benar melaporkan harta kekayaannya.

PENGUMUMAN LHKPN Bidang Yudikatif NHK 85137 ALBERTUS USADA

Sejak 2018 laporan secara Online ke eLHKPN

Publikasi: Pengumuman Resmi oleh KPK

    LHKPN 2023 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/104652791

    LHKPN 2022 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/104051367

    LHKPN 2021 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/102634542

    LHKPN 2020 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/101261929

    LHKPN 2019 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/99625711

    LHKPN 2018 https://elhkpn.kpk.go.id/portal/filing/BeforeAnnoun/1799844

LHKPN 2016-2017

LHKPN 2008-2009 

Di sinilah kemudian, peran vital para Penyelenggara Negara di level atas. Mereka punya kewajiban moral dan etik untuk mengingatkan bawahannya melaporkan LHKPN. Bahkan, ada Pemerintahan Daerah yang mewajibkan seluruh pejabat eselon untuk melaporkan harta kekayaannya ke KPK untuk menguji sejauh mana transparansi dan akuntabilitas birokrasi dalam bekerja.

Bila sudah melaporkan LHKPN, profil harta masing-masing pejabat eselon dengan mudah dapat dipantau sebelum menjabat, selama menjabat (mutasi, promosi) sesudah menjabat, hingga pensiun. Bila tak mau melaporkan, kepala daerah tersebut tak segan mencopot karena selama ini indikasi harta eselon I/II disembunyikan di rekening eselon di bawahnya.

Artinya, LHKPN selain butuh kesadaran diri dari pejabat yang terkena aturan untuk melaporkan LHKPN juga mesti didukung oleh lingkungan yang juga mau menegakkan semangat anti korupsi. Bila itu terjadi, pencegahan korupsi dapat dengan mudah berhasil dan tak perlu ada lagi pejabat-pejabat yang terkena kasus korupsi.

Kewajiban Penyelenggara Negara – termasuk penulis sebagai Hakim dengan Nomor Harta Kekayaan (NHK): NHK LHKPN 85137 di bawah lembaga Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) – untuk melaporkan harta kekayaan diatur dalam ragam ketentuan, di bawah ini:

1.    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (UU 28/1999);

2.   Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi (UU 30/2002);

3.    Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 19/2019);

4.   Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi (Inpres 5/2004);

5.  Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor KEP.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

6.  Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Mereka yang Wajib Lapor

A.  Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU 28/199):

1.   Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara

2.   Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara

3.   Menteri

4.   Gubernur

5.   Hakim

6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; dan

7.   Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang meliputi:

1)    Direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah

2)    Pimpinan Bank Indonesia

3)    Pimpinan Perguruan Tinggi

4)    Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan kepolisian Negara Republik Indonesia.

5)    Jaksa

6)    Penyidik

7)    Panitera Pengadilan

8)    Pemimpin dan Bendaharawan Proyek.

B.  Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2004 dan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang LHKPN, jabatan-jabatan berikut di bawah ini juga wajib menyampaikan LHKPN, antara lain:

1) Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara

2)    Semua kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan

3)    Pemeriksa Bea dan Cukai

4)    Pemeriksa Pajak

5)    Auditor

6)    Pejabat yang mengeluarkan perijinan

7)    Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat

8)    Pejabat pembuat regulasi.

Sumber Inspirasi:

Kementerian Koordinator Perekonomian RI, https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5801/pemerintah-terus-maksimalkan-proses-aksesi-oecd, diakses 7 September 2024 pukul 10.12 WIB.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015. Tim SPORA, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Cetakan 1, Jakarta. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anticorruption Center Learning, https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/tata-kelola-pemerintahan/buku/pengantar-laporan-harta-kekayaan-pejabat-negara-lhkpn 

Endnotes:

[1]    vide https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5801/pemerintah-terus-maksimalkan-proses-aksesi-oecd 

[2]   News Detik https://news.detik.com/berita/d-7374910/icw-desak-pansel-jadikan-kepatuhan-lhkpn-syarat-utama-capim-kpk diakses 5 Juli 2024 pukul 09.48 WIB. 

[3]  Tim SPORA, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015: Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Cetakan 1, Jakarta, h.v, 7-8. 

YOUTUBE: LINKS EDUKASI KPK TENTANG LHKPN 

PERUBAHAN REGULASI LHKPN: KPK menerbitkan Surat Keputusan KPK Nomor 07 tahun 2005 yang digantikan oleh Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dalam rangka menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam video ini akan dijelaskan tentang pendaftaran dan pengumuman LHKPN menurut Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2016.