Sumber Berita: Ketua Mahkamah Agung Luncurkan Casebook Jilid 2
Jakarta – Humas: Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H meluncurkan Casebook II Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada hari Selasa, 29/3/2022 bertempat di ballroom Hotel Grand Hyatt Jakarta.
Buku ini merupakan hasil kerja sama antara Mahkamah Agung RI dan Japan International Coorporation Agency (JICA). Hadir mewakili JICA, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenzi
Dalam sambutannya Ketua Mahkamah Agung mengatakan Indonesia saat ini telah meratifikasi World Trade Organisation yang di dalamnya mencakup tentang Trade Related Aspects of the Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement) melalui UU Nomor 7 Tahun 1994, tanggal 2 November 1994. Trips Agreement mengatur tentang hak-hak kekayaan intelektual yang ruang lingkupnya mencakup 7 (tujuh) jenis, yaitu: hak cipta dan hak-hak terkait, merek dagang dan jasa, indikasi geografis, disain industri, paten termasuk perlindungan terhadap penemuan jenis tanaman baru, disain tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang. Berdasarkan ratifikasi tersebut, Indonesia telah mengadopsi ketentuan-ketentuan Trips Agreement ke dalam undang-undang yang mengatur tentang Hak-hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Indonesia juga sudah memiliki undang-undang tentang perlindungan terhadap varietas tanaman yang diatur secara khusus didalam undang-undang nomor 29 tahun 2000. beberapa dari undang-undang tersebut telah direvisi agar dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Lebih lanjut Guru Besar Diponogoro itu menyatakan Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak bagi setiap orang yang menciptakan suatu karya, sehingga selayaknya mendapat perlindungan hukum secara maksimal agar mereka dapat menikmati hasil dari karya dan ciptaannya. Regulasi dan sistem hukum sangat menentukan, apakah di suatu negara hak-hak kekayaan intelektual mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal atau tidak, karena sistem hukum merupakan satu kesatuan antara substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
“Terkait dengan hak kekayaan intelektual, walaupun sudah cukup lama disosialisasikan di Indonesia, namun belum menjadi budaya hukum bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga HKI untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, terutama menyangkut merek dan hak cipta, karena merek dan hak cipta merupakan hak kekayaan intelektual paling banyak dilakukan pemalsuan dan pembajakan. Sementara itu, masyarakat tidak memahami apa akibat hukumnya,” ungkap Mantan Ketua Kamar Pengawasan.
Sumber image: Humas Mahkamah Agung RI
0 comments: