Berita Komisi Yudisial, 1 Desember 2021
Kualitas dan Integritas Jadi Aspek Pertimbangan Seleksi CHA dan Ad Hoc Tipikor di MA
Banjarmasin (Komisi Yudisial) – Di penghujung tahun 2021, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial telah secara resmi mengirimkan surat No. 74/WKMA-NY/SB/11/2021 dan Nomor 75/WKMA-NY/SB/11/2021 tentang pengisian kekosongan calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc pada MA. Dalam surat tersebut MA menyampaikan kebutuhan atas 1 (satu) orang hakim agung kamar perdata, 4 (empat) orang hakim agung kamar pidana, 1 (satu) orang hakim agung kamar agama, 2 (dua) orang hakim agung kamar Tata Usaha Negara khusus pajak, dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor) di MA. Surat Wakil Ketua MA Bidang non Yudisial tersebut diterima Komisi Yudisial (KY) pada 15 November 2021 yang lalu.
Sumber image: Komisi Yudisial
Menindaklanjuti surat tersebut, KY membuka pengumuman penerimaan usulan CHA dan hakim ad hoc di MA sejak tanggal 22 November 2021 yang lalu, dan akan ditutup pada 10 Desember 2021 mendatang. Adapun pendaftaran usulan dilakukan secara online melalui situs rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Pelaksanaan penerimaan usulan tersebut dilakukan secara daring, sebagaimana yang dilakukan pada seleksi periode sebelumnya. Namun yang berbeda pada periode ini adalah, para calon diminta untuk mengunggah soft copy dokumen kelengkapan persyaratan sehingga tidak perlu mengirimkan berkas pada tahap awal pendaftaran usulan.
“Proses seleksi di masa pandemi, pendaftaran hanya dilakukan secara daring melalui situs rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Panitia Seleksi CHA dan ad hoc di MA tidak menerima pendaftaran langsung tatap muka di kantor KY. Proses seleksi tahun 2021 memberlakukan dengan ketat protokol kesehatan yang berlaku,” tegas Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurdjanah.
Demi menjaga kualitas CHA dan ad hoc di MA tahun 2021, rangkaian kegiatan seleksi akan dilaksanakan secara tatap muka, dengan tetap mementingkan minimalisasi kontak dan protokol kesehatan yang berlaku. Peserta dapat melakukan seleksi secara daring apabila berhalangan karena Covid-19. Penentuan kelulusan seleksi kesehatan dan kepribadian dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan kesehatan, assessment kepribadian dan kompetensi, serta hasil penelusuran rekam jejak.
Nurdjanah membagi beberapa anekdot terkait proses seleksi rekrutmen CHA selama ini. Banyak yang protes ke KY bahkan baru di tahap dua (kualitas), ada juga yang langsung telepon Nurdjanah, kenapa CHA ini bisa lolos, padahal begini begitu.
“Saya jelaskan bahwa ini masih pada seleksi kualitas, belum seleksi integritas. Nanti di tahap tiga ini, kita ada rekam jejak. Di sini baru kelihatan baik buruknya CHA,” beber Nurdjanah.
Dalam proses rekrutmen tahap tiga, KY dibantu banyak pihak, termasuk KPK, Kejaksaan, PPATK, dan lain-lain. KY sendiri bahkan punya Biro Investigasi untuk mengecek data CHA. KY akan periksa integritas CHA secara teliti, misalnya memeriksa kedisiplinan CHA dalam melaporkan harta kekayaannya.
“Bukan berarti CHA tidak boleh kaya. Kita malah senang, tapi tentu saja harus bisa dipertanggungjawabkan. Tidak semua hasil laporan kita terima mentah-mentah, kita klarifikasi kembali, oleh ketujuh Anggota KY. Banyak pengalaman laporan yang kami terima ternyata tidak terbukti,” ungkap Nurdjanah.
Dalam tahap ketiga juga yang cukup lama hingga bisa dua bulan, ada pemeriksaan kesehatan dan kepribadian. Ada yang tidak lolos di tahap ini, padahal nilainya di tahap sebelumnya lulus dan bagus calonnya. Tapi para ahli kesehatan tidak menyarankan kelulusan CHA tersebut, karena dianggap tidak sanggup menerima tekanan dan beban jika menjadi hakim agung.
Khusus untuk Calon Hakim ad hoc Tipikor sesuai putusan MK terkait periode jabatan lima tahun, Nurdjanah membagi kabar gembira. Sebelumnya jika sudah habis masa tugasnya, hakim ad hoc di MA harus ikut tes lagi. Sekarang setelah habis masa tugasnya, bisa diperpanjang lima tahun lagi, sehingga total bertugas bisa sampai 10 tahun. Itu tentu kabar yang menggembirakan bagi para Calon Hakim ad hoc Tipikor. Selain itu Nurdjanah menekankan, bahwa tidak perbedaan signifikan nantinya dalam kedudukan hakim agung baik dari jalur karier maupun non karier, ataupun dengan hakim ad hoc.
“Tidak ada hakim karier atau non karier di MA, karena putusannya majelis. Sehingga dalam proses rekrutmennya, peserta harus diposisikan sebagai hakim. Sehingga tesnya juga tidak dibedakan antara calon hakim karier dan non karier,” pungkas Nurdjanah. (KY/Noer/Festy)
0 comments: