Albert Usada, 2020: Dalam praktik peradilan di Indonesia, bahwa pembeli
yang beritikad baik wajib dilindungi hukum.
Asas
itikad baik dalam berbagai literatur hukum perdata menurut peneliti Widodo Dwi Putro et al [1],
kurang mendapat perhatian dibanding asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak
dan asas pacta sunt servanda. Menurut
Widodo Dwi Putro et al, kedudukan asas itikad baik sangat
penting. Sebelum para pihak melangkah menuju perjanjian, menyepakati
perjanjian, dan akhirnya harus melaksanakan perjanjian, semua harus didasari
dengan itikad baik. Dalam praktik peradilan, selama ini telah diyakini bahwa pembeli
yang beritikad baik wajib dilindungi. Namun, peraturan perundang-undangan yang
berlaku tidak memberikan suatu petunjuk yang jelas tentang siapa yang dapat
dianggap sebagai “pembeli yang beritikad baik” tersebut. Pasal 531 KUH Perdata
menyebutkan bahwa kedudukan berkuasa (bezit) itu beritikad baik, apabila si
pemegang kedudukan berkuasa (bezitter)
“memperoleh hak kebendaan dengan cara memperoleh hak milik di mana ia tidak
mengetahui adanya cacat atau kekurangan di dalamnya”. Dalam pengaturan ketentuan Pasal
1338 ayat (3) KUH Perdata hanya menentukan bahwa perjanjian harus dilaksanakan
berdasarkan itikad baik, namun juga tidak menentukan lebih lanjut tentang siapa
pembeli beritikad baik itu. Hal ini mungkin bisa dipahami, karena asas itikad
baik berada di wilayah “nilai” yang tidak mudah untuk diturunkan dalam bentuk
norma yang konkret. [2]
Beberapa contoh
Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pembeli tidak beritikad baik,
sehingga tidak mendapatkan perlindungan hukum, sebagai berikut:
1) Putusan Mahkamah Agung Nomor 4340 K/PDT/1986 dengan kaidah hukum
bahwa itikad baik dianggap tidak ada, karena pembeli dianggap tidak melakukan
perbuatan apapun untuk meneliti pemilik tanah sebenarnya serta obyek jual beli. [3]
2) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1816 K/PDT/1989 dengan kaidah hukum
bahwa itikad baik dianggap ada jika pembeli meneliti hak dan status para
penjual. [4]
3) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1861 K/PDT/2005 dengan kaidah hukum
bahwa itikad baik dianggap tidak ada, karena perolehan hak (pembelian) terjadi
pada saat penjual berperkara dengan pemilik (yang dimenangkan dalam hal ini
adalah pemilik awal). [5]
Selanjutnya, diberikan
beberapa contoh Putusan Mahkamah Agung yang kaidah hukumnya menentukan pembeli
beritikad baik yang mendapatkan perlindungan hukum, antara lain:
1) Putusan Mahkamah Agung Nomor 120 K/SIP/1957, bahwa gugatan
penggugat tidak dapat diterima, dengan alasan karena penggugat membiarkan
perihal tersebut selama 25 tahun, harus dianggap menghilangkan hak mereka (rechtsverwerking). [6]
2) Putusan Mahkamah Agung Nomor 550 K/Pdt/2013, bahwa itikad baik
dianggap ada, karena pembeli (ke-1) dapat menunjukkan bukti-bukti kepemilikan,
sementara pembeli ke-2 tidak. [7]
3) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1778 K/PDT/2013, bahwa itikad baik
dianggap ada, karena adanya bukti kwitansi jual beli yang diakui kedua belah
pihak. Majelis hakim menyatakan bahwa pembeli beritikad baik dilindungi karena telah
terang adanya bukti kwitansi tanda terima uang yang diakui kedua belah pihak. [8]
Berdasarkan
kaidah-kaidah hukum dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa asas itikad baik dalam perjanjian jual beli tanah dalam
konteks subjek perjanjian yaitu pembeli beritikad baik berobjek tanah harus
dilindungi oleh hukum. Penentuan kriteria pembeli beritikad baik berobjek tanah
tersebut sangat tergantung kepada hakim yang memeriksa dan mengadili perkara
yang bersangkutan.
[1] Widodo Dwi Putro, et al, “Penjelasan Hukum Pembeli Beritikad Baik Perlindungan Hukum Bagi Pembeli
Beritikad Baik Dalam Sengketa Perdata Berobjek Tanah”, Kerjasama Judicial
Sector Support Report - JSSP dan Kedutaan Besar Belanda di Indonesia dengan
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), 2016, h. 26.
[2] Ibid.
[3] Mahkamah Agung Republik Indonesia, Himpunan Kaidah Hukum Putusan Perkara Dalam
Buku Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 1969-2004, Jakarta 2005.
[4]
Ibid.
[5]
Ibid.
[6] Ibid.
[7]
Ibid.
0 comments: