Merespon berita rilis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) oleh Julius Ibrani yang dibagikan ke berbagai media pemberitaan elektronik, terutama seputar putusan perkara korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang "Vonis ringan Terdakwa Leonardo Jusminarta, ex Komisaris PT. Minarta Dutahutama" di mana penulis (Albertus Usada) sebagai Hakim Ketua Majelis Nomor 67/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst., tanggal 1 Maret 2021, yang menjatuhkan putusan dengan amar "Menyatakan terdakwa Leonardo terbukti secara sah dan bersalah
telah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama
sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," Amar putusan selengkapnya, di bawah ini.
Untuk menilai apakah putusan atau vonis itu ringan atau tidak, seharusnya sebelum berkomentar seperti itu, maka harus melihat secara komprehensif menyeluruh perjalanan pemeriksaan di persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Yaitu, sejak sidang pertama dengan acara pembacaan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada KPK (Senin, 20 Desember 2024), Nota Keberatan Terdakwa/Penasihat Terdakwa, acara Pembuktian, Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK (Senin, 15 Februari 2021), Nota Pembelaan Terdakwa/Penasihat Hukum Terdakwa (Senin, 22 Februari 2024), replik-duplik, fakta kasuistis yang terbukti di persidangan pengadilan hingga berpuncak pada acara Pengucapan Putusan dalam persidangan terbuka untuk umum pada Senin,1 Maret 2021.
Penjatuhan pidana dan lamanya pidana penjara maupun dakwaan yang terbukti yang diterapkan terhadap Terdakwa Leonardo Jusminarta tersebut adalah sama dengan Penuntutan dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK.
AMAR Putusan
MENGADILI:
1.Menyatakan Terdakwa Leonardo Jusminarta Prasetyo terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara
bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama;
2.Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp250.000 000 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
3.Menetapkan masa penahanan yang dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4.Menetapkan
Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5.Memerintahkan
Penuntut Umum agar mencabut dan/atau membuka blokir atas rekening-rekening atas
nama Terdakwa sebagai berikut:
1)Rekening
Bank CIMB atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening 703.456.917.000
2)Rekening
Bank CIMB atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening 701.943.805.400
3)Rekening
Bank BCA atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening 505.501.6841
4)Rekening
Bank Mandiri atas nama Leonardo J Prasetyo dengan Nomor Rekening
152.000.7052.687
6.Menetapkan barang bukti berupa: barang
bukti nomor 1 sampai nomor 199 dipergunakan dalam perkara lain atas nama Rizal Djalil;
7.Membebani Terdakwa untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah).
Jurnalis Muhammad Shiddiqdalam laporan hasil persidangan pembacaan putusan yang direkam kemudian di publish di kanal YouTube-nya pada 3 Maret 2021, di bawah ini.
Komisaris Utama PT. Menara Dutahutama
Leonardo Divonis Dua Tahun Penjara
JAKARTA - Muhammad Shidiq, 3 Maret 2021: Majelis Hakim Pengadilan Tipikor
Jakarta menjatuhkan pidana hukuman 2 (dua) Tahun penjara kepada Leonardo
Jusminarta Prasetyo Mantan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, dalam perkara
suap Kepada Anggota IV BPK Rizal Djalil terkait proyek di Kementerian PUPR
tahun 2018 lalu.
"Menyatakan terdakwa Leonardo
terbukti secara sah dan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi
yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama,"
kata Ketua Majelis Hakim, Albertus Usada di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Senin (1/3/2021).
Vonis yang dibacakan hakim ketua Albertus
Usada tersebut sama dengan tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum
KPK Ikhsan Fernandi dan Tim yang sebelumnya mengajukan tuntutan kepada
Leonardo Jusminarta Prasetyo, dengan hukuman 2 (dua) tahun penjara. Namun denda lebih tinggi Rp250 dari
tuntutan sebesar Rp200 dan subsider lebih ringan 3 (tiga) bulan dari tuntutan
jaksa 5 (lima) bulan kurungan.
TUNTUTAN Jaksa Penuntut Umum KPK:
1.Menyatakan
Terdakwa LEONARDO JUSMINARTA PRASETYO terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum bersalah melakukan “Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama” sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Pertama;
2.Menjatuhkan
pidana terhadap Terdakwa LEONARDO JUSMINARTA PRASETYO berupa Pidana Penjara
selama 2 (dua), dikurangi selama
Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan dan
Pidana Denda sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah), subsidiair 5
(lima) bulan kurungan;
3.Menyatakan
Barang Bukti Nomor: ... dst. ...
4....
dst. ...;
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK:
PERTAMA:Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
ATAU
KEDUA: Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak PIdna Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap vonis Majelis Hakim tersebut, ternyata baik Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum KPK maupun Terdakwa Leonardo Jusminarta melalui Penasihat Hukumnya tersebut, akhirnya menerima putusan itu; Artinya mereka tidak mengajukan upaya hukum banding, sehingga putusan yang bersangkutan telah berkekuatan hukum tetap, dan terdakwa berubah status menjadi terpidana untuk menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasayarakatarn Tangerang.
REFLEKSI DIRI: Berdasarkan deskripsi eksplanasi tersebut di atas, apakah Majelis Hakim yang mengadili dan memutus dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun terhadap Terdakwa Leonardo Jusminarta ex Komisaris PT. Minarta Dutahutama tersebut dinilai menjatuhkan vonis yang ringan atau sangat ringan?
Media Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN), yaitu bagi Penyelenggara Negara (PN) atau yang Wajib Lapor
(WL) LHKPN yang digunakan adalah dengan format yang ditetapkan oleh KPK
melalui media elektronik maupun non-elektronik sebagai berikut:
Pengumuman wajib dilaksanakan oleh PN/WL paling lambat 2 (dua)
bulan setelah PN/WL memperoleh tanda terima atas LHKPN yang telah dinyatakan
lengkap oleh KPK. PN/WL dapat memberikan kuasa kepada KPK untuk melakukan
pengumuman atas Harta Kekayaannya.
Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) menggunakan aplikasi yang berbasis web (web
based) dengan alamat elhkpn.kpk.go.id, sehingga data yang diinput oleh
PN/WL secara otomatis tersimpan dalam server yang ada di KPK.
Pelaporan dengan menggunakan
formulir baru dimulai per 1 Januari 2017 melalui aplikasi e-LHKPN.
Manfaat LHKPN, antara lain:
= Sebagai instrumen pengelolaan SDM
seperti mengangkat atau mempromosikan PN/WL berdasarkan kepatuhan LHKPNnya; = Sebagai instrumen untuk mengawasi
harta kekayaan PN/WL; = Sebagai instrumen akuntabilitas
bagi PN/WL dalam mempertanggungjawabkan kepemilikan harta kekayaannya.
Penulis (Albertus Usada) sebagai Hakim/Hakim Tinggi/Hakim Tinggi Pemilah Perkara
pada Lembaga Mahkamah Agung RIsebagai Penyelenggara Negara di bawah registrasi Nomor Harta Kekayaan (NHK) LHKPN 85137 di bidang Yudikatif, yang wajibmelaporkan LHKPN dan telah diumumkanoleh Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), faktual sejak periode tahun 2008-2009 yang kemudian
secara berkelanjutan (sustainability report) seiring mutasi dan promosi jabatan
struktural dan fungsional sebagai Pimpinan Pengadilan Negeri, serta perubahan
penambahan/pengurangan harta kekayaan dari periode tahun 2016/2017, 2018,
2019, 2020, 2021, 2022, dan 2023 sebagaimana
bukti (evidence) Pengumuman LHKPN setiap periode tahun yang
bersangkutan, di bawah ini.
Pengumuman LHKPN 2023:
Pengumuman LHKPN 2022:
Pengumuman LHKPN 2021:
Pengumuman LHKPN 2020:
Pengumuman LHKPN 2019:
Pengumuman LHKPN 2018:
Pengumuman LHKPN 2016/2017 Migrasi dari Sistem Manual ke Elektronik:
Pengumuman LHKPN 2008/2009 Sistem Manual:
LHKPN: PERAN SERTA MASYARAKAT DAN KEPATUHAN PENYELENGGARA NEGARA
Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)[1], laporan harta kekayaan
menyediakan informasi mengenai aset yang dimiliki pejabat publik, penerimaan
dan pengeluaran pejabat publik, penerimaan yang diterima pejabat publik,
jabatan baik yang menghasilkan manfaat keuangan atau tidak dan identitas
mengenai istri, saudara, dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan pejabat
publik, di bidang Yudikatif.
Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) menjadi bagian penting upaya mencegah
tindak korupsi. Asas transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara
negara menjadi kunci agar mereka terhidar dari menikmati harta yang tidak sah
saat menjadi pejabat negara.
Pada sisi
lain, tuntutan publik berkenaan dengan Seleksi Calon Pimpinan (Capim) dan Calon
Dewan Pengawas Dewas KPK masa jabatan 2024-2029, Indonesia Corruption Watch
(ICW) meminta anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim dan Dewas KPK agar mewajibkan
syarat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada
pendaftar Capim dan Dewas KPK, sebagai komitmen untuk mengedepankan nilai
integritas dalam mencari sosok calon komisioner dan Dewas KPK mendatang[2].
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 02 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara bahwa terhitung tanggal 1 Januari 2017, penyampaian LHKPN mulai berlaku secara elektronik melalui aplikasi e-LHKPN.
Penulis (AlbertusUsada) sebagai Hakim/Hakim Tinggi/Hakim Tinggi Pemilah Perkara
pada Lembaga Mahkamah Agung RI sebagai Penyelenggara Negara Bidang Yudikatif di bawah registrasi Nomor Harta Kekayaan (NHK) LHKPN 85137, yang wajib
melaporkan LHKPN, faktual sejak periode tahun 2008-2009 yang kemudian
secara berkelanjutan (sustainability report) seiring mutasi dan promosi jabatan
struktural dan fungsional sebagai Pimpinan Pengadilan Negeri (PN), (Ketua dan Wakil Ketua PN) serta perubahan
penambahan/pengurangan harta kekayaan dari periode tahun 2016/2017, 2018,
2019, 2020, 2021, 2022, dan 2023 sebagaimana
bukti (evidence) Tanda Terima LHKPN setiap periode tahun yang
bersangkutan, di bawah ini.
Tanda Terima LHKPN Tahun 2023
Tanda Terima LHKPN Tahun 2022
Tanda Terima LHKPN Tahun 2021
Tanda Terima LHKPN Tahun 2020
Tanda Terima LHKPN Tahun 2019
Tanda Terima LHKPN Tahun 2018
Tanda Terima LHKPN Tahun 2016-2017
Tanda Terima & Pengumuman LHKPN 2008-2009
Tim SPORA, KPK [3] menjelaskan tentang filosofi pelaporan harta kekayaan penyelenggara Negara tersebut, bahwa LHKPNmemiliki peran ganda dari sisi pencegahan dan penindakan. Peran pencegahan
LHKPN lahir dari proses pelaporan yang dilakukan pejabat publik yang
bersangkutan. Dengan melaporkan harta kekayaannya maka pejabat publik
diharapkan akan merasa dimonitor sehingga akan berpikir beberapa kali apabila
akan melakukan kejahatan korupsi. Di sisi lain, pelaporan tersebut juga dapat
dimanfaatkan sebagai alat pendeteksi kemungkinan kekayaan Penyelenggara Negara
berasal dari sumber yang tidak sah atau terdapat potensi konflik kepentingan.
Amanat dalam aturan perundangan tentang LHKPN, Penyelenggara Negara harus
aktif melaporkan harta kekayaannya sebagai wujud dukungan terhadap pemberantasan
korupsi. Pelaporan LHKPN adalah kewajiban yang melekat pada Penyelenggara
Negara untuk mempertanggungjawabkan harta yang didapatnya dari uang rakyat. KPK
memfasilitasi para Penyelenggara Negara laporan harta kekayaannya yang telah
dilaporkan ke KPK secara transparan sehingga masyarakat bisa menilai kekayaan
Penyelenggara Negara itu wajar atau tidak sesuai dengan profilnya.
Karena menuntut peran aktif Penyelenggara Negara, terkadang masih ada sebagian
Penyelenggara Negara mengabaikan kewajiban tersebut. Tugas KPK untuk selalu
mengingatkan kewajiban tersebut, tapi terpulang kepada Penyelenggara Negara itu
sendiri mau melaporkan harta kekayaannya atau tidak. Dalam UU No.28 tahun 1999
memang ada sanksi bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN
akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku. Hanya sayang, sanksi administratif yang jelas tidak diatur bila
Penyelenggara Negara tidak melaporkan LHKPN kepada KPK atau tidak benar
melaporkan harta kekayaannya.
PENGUMUMAN LHKPN Bidang Yudikatif NHK 85137 ALBERTUS
USADA
Di sinilah kemudian, peran vital para Penyelenggara Negara di level atas. Mereka
punya kewajiban moral dan etik untuk mengingatkan bawahannya melaporkan LHKPN.
Bahkan, ada Pemerintahan Daerah yang mewajibkan seluruh pejabat eselon untuk
melaporkan harta kekayaannya ke KPK untuk menguji sejauh mana transparansi dan
akuntabilitas birokrasi dalam bekerja.
Bila sudah melaporkan LHKPN, profil harta masing-masing pejabat eselon dengan
mudah dapat dipantau sebelum menjabat, selama menjabat (mutasi, promosi)
sesudah menjabat, hingga pensiun. Bila tak mau melaporkan, kepala daerah
tersebut tak segan mencopot karena selama ini indikasi harta eselon I/II disembunyikan
di rekening eselon di bawahnya.
Artinya, LHKPN selain butuh kesadaran diri dari pejabat yang terkena aturan
untuk melaporkan LHKPN juga mesti didukung oleh lingkungan yang juga mau
menegakkan semangat anti korupsi. Bila itu terjadi, pencegahan korupsi dapat
dengan mudah berhasil dan tak perlu ada lagi pejabat-pejabat yang terkena kasus
korupsi.
Kewajiban Penyelenggara Negara – termasuk penulis sebagai Hakim dengan
Nomor Harta Kekayaan (NHK): NHK LHKPN 85137 di bawah lembaga Mahkamah
Agung Republik Indonesia (MA-RI) – untuk melaporkan harta kekayaan diatur
dalam ragam ketentuan, di bawah ini:
1.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (UU
28/1999);
2.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi (UU 30/2002);
3.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU 19/2019);
4.Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi (Inpres 5/2004);
5.Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi
Nomor KEP.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan
Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
6.Surat Edaran Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara.
Mereka yang Wajib Lapor
A. Berdasarkan
Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU 28/199):
1.Pejabat
Negara pada Lembaga Tertinggi Negara
2.Pejabat
Negara pada Lembaga Tinggi Negara
3.Menteri
4.Gubernur
5.Hakim
6.Pejabat
negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; dan
7.Pejabat
lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
meliputi:
1)Direksi,
komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah
2)Pimpinan
Bank Indonesia
3)Pimpinan
Perguruan Tinggi
4)Pejabat
Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan
kepolisian Negara Republik Indonesia.
5)Jaksa
6)Penyidik
7)Panitera
Pengadilan
8)Pemimpin
dan Bendaharawan Proyek.
B. Berdasarkan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2004 dan Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang LHKPN,
jabatan-jabatan berikut di bawah ini juga wajib menyampaikan LHKPN, antara lain:
1)Pejabat
Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan
atau lembaga negara
2)Semua
kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan
Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), 2015. Tim SPORA, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian
Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengantar Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Cetakan 1, Jakarta.
[3] Tim
SPORA, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian Bidang
Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015: Pengantar Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Cetakan 1, Jakarta, h.v, 7-8.
YOUTUBE: LINKS EDUKASI KPK TENTANG LHKPN
PERUBAHAN REGULASI LHKPN: KPK menerbitkan Surat Keputusan KPK Nomor
07 tahun 2005 yang digantikan oleh Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN), dalam rangka menjalankan amanat Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
KKN. Dalam video ini akan dijelaskan tentang pendaftaran dan pengumuman LHKPN menurut Peraturan KPK Nomor 07 tahun
2016.